Sabtu, 11 Juni 2011

Contoh Cerpen


Cinta tak kan hilang selama kau tetap mempercayainya

Halo, namaku Karin. Aku bersekolah di SMP Swasta Seiran. Duduk di kelas IX E. Jangan bilang siapa – siapa ya, aku punya seseorang yang aku sukai di kelas. Namanya Arthur. Setiap hari aku selalu memandangnya dari jauh. Memperhatikan dia walau aku tahu dia tidak pernah memperhatikan aku.
                Pertama kali aku suka padanya, saat beberapa bulan setelah memasuki kelas IX E. padahal tadinya aku sama sekali tidak pernah berpikir akan suka padanya. Terkadang aku sedih kalau memikirkan kenyataan bahwa Arthur sama sekali tidak tertarik padaku.
                Suatu hari, saat pelajaran Matematika berlangsung ibu guru mengatakan akan diadakan pekerjaan kelompok. Anggotanya terdiri dari dua orang. Secara kebetulan, Arthur menjadi partnerku dalam kelompok. Aku senang sekali. Aku beharap pekerjaan kelompok kami akan menyenangkan dan memberikan hasil yang baik.
                Tetapi kenyataan tak seperti yang aku harapkan. Kerja kelompok kami sama sekali tak menyenangkan. Dia bahkan tak mau melihat wajahku saat ku ajak berbicara. Hatiku sakit, tapi demi nilai ku aku terus mencoba melakukan yang terbaik.
                Setelah beberapa hari bekerja bersama, akhirnya pekerjaan kami selesai. Dengan hati sedikit terluka, aku membuat ekspresi senang di wajahku. Aku melirik wajah Arthur yang terlihat senang pula. Tapi ada sinar sedih di matanya. Aku tidak mengerti. Kenepa? Kenapa dia terlihat sedih? Bukanakah kami sudah mengerjakan tugas itu dengan baik? Tapi aku tidak ingin menanyakan apa – apa lagi padanya. Aku tidak mau hatiku terasa sakit oleh jawabannya yang mungkin akan bernada dingin.
                Keesokan harinya, kami menyerahkan hasil kerja kelompok kami kepada Bu Guru. Bu Guru senang sekali karena kami adalah kelompok pertama yang mengumpulkan. Aku sangat senang saat Bu Guru mengatakan akan memberikan nilai + pada kami berdua. Tetapi terpikir olehku, bahwa dengan berakhirnya ini, berakhir pulalah saat – saat aku bisa bersama Arthur. Walau hatiku sakit, aku tetap mencintainya, karena aku telah siap dengan segala resikonya.
              
Beberapa minggu kemudian, wali kelas mengatakan bahwa Arthur akan pindah sekolah ke tempat yang sangat jauh. Aku sangat terkejut. Kenapa dia tiba – tiba akan pindah sekolah?? Sepulang sekolah, aku menangis sendirian. Bagaimana mungkin aku tidak akan bertemu dengan Arthur lagi? Aku menangis sampai aku tertidur.
                Aku menjalani hari – hariku di sekolah. Walau terasa janggal karena aku tak lagi melihat Arthur. Dan tak terasa bulan demi bulan telah berlalu. Ujian akhir sekolah akan segera di laksanakan. Aku belajar dengan begitu giat agar nilaiku tidak turun karena terus memikirkan Arthur.
                Setelah melewati masa – masa sulit, aku mendapat nilai yang cukup bagus. Tidak sia – sia aku belajar dengan giat. Aku tinggal menunggu kelulusan yang sudah di depan mata dan mulai memikirkan sekolah tujuanku selanjutnya.
                Aku pun lulus dan memasuki sekolah yang sudah kupilih. Arthur, sebenarnya dimana kau? Sudah lama aku tak melihatmu, apakah kau benar – benar tidak pernah memikirkanku? Pikirku. Tiba – tiba saat peajaran berlangsung, guru piket memasuki ruangan dan mengatakan Ia membawa seorang murid baru. Guru itu mempersilahkan anak baru tersebut memasuki ruang kelas. Aku sangant terkejut karena aku mengenal anak baru yang barusan masuk.
                “A… Arthur….?” Arthur. Orang yang selama ini ku cari, yang selalu membayangiku. Kini kembali hadir di hadapanku. Terima kasih tuhan….
                Arthur di persilahkan duduk dan guru piket pun pergi. Saat bel istirahat berbunyi, dalam sekejap meja Arthur dipenuhi teman teman yang ingin berkenalan dengannya.aku pun tanpa ragu bergabung dengan mereka.
                “Ha, halo Arthur…”
                “Ah, ha, halo Karin. Ternyata kau bersekolah di sini juga, aku lega ternyata ada teman yang sudah lama ku kenal” kata Arthur sambil tersenyum. Diam diam aku terpesona karenanya.
                Aku membalas senyumnya se manis yang aku bisa. Kemudian Arthur di ajak teman – teman lain untuk melihat – lihat sekolah. Aku kembali ke kursiku sambil memikirkan senyuman Arthur tadi. Mungkin sekarang wajahku benar – benar merona.
                Kemudian bel masuk pun berbunyi. Arthur dan teman – teman lain masuk ke ruang kelas dengan segera. Arthur berhenti sejenak di pinggir mejaku dan membisikan sesuatu. “aku menunggumu di perpustakaan saat jam pelajaran terakhir berakhir.
                Aku bengong mendengar Arthur mengatakan itu. Tapi cepat – cepat aku mengangguk padanya. Saat jam pelajaran terakhir berakhir, aku berjalan menuju perpustakaan sambil menebak nebak apa yang akan Arthur katakan. Sebenarnya aku senang juga Arthur mengajakku ke perpustakaan.
                Aku memasuki ruangan dan melihat Arthur duduk sendirian sambil membaca buku. Saat melihat ku dia langsung menutup bukunya dan berdiri. “mmm, hai Karin… mmm, anu,, itu,, kamu pasti bingung kenapa aku mengajakmu ke sini saat ini, mmm.. bagaimana mengatakannya ya,, “ Arthur kelihatan bingung dan grogi. Dan itu membuatku lebih bingung. Sungguh. Tapi kemudian,….
                “Baiklah, langsung saja. Karin, sebenarnya aku menyukaimu. Aku menyukaimu sejak dulu. Maukah kau bersamaku?”
                Haaa!!! Aku terkejut setengah mati. Bagaimana mungkin Arthur bisa mengatakan hal seperti ini? Kemudian aku mencubit leenganku untuk memastikan ini bukanlah mimpi. Dan itu terasa sakit. Tanpa kusadari aku mulai menangis.
                “Ka, Karin, kamu kenapa? Kenapa menangis? Apa aku mengatakan hal yang salah??” Arthur terlihat begitu kebingungan.
                Aku menggelengkan kepalaku cepat – cepat dan berkata “bukan, bukan seperti itu. Aku menangis karena senang, terima kasih…”
                “Karin… ?”
                “Sejak dulu aku juga sudah menyukaimu. Tapi aku takut kau tidak memiliki perasaan yang sama. Jadi aku diam saja. Dan saat aku tahu kau akan pergi, aku sedih sekali. Aku piker kita tidak akan bertemu lagi… hiks.. hiks..”
                “Karin…. Maafkan aku, dulu, aku benar – benar tidak percaya diri untuk mengatakan hal ini. Aku merasa aku tidak pantas untuk bisa bersamamu. Tapi aku salah. Hatiku tidak bisa menerima pendapatku sendiri. Aku terlalu mencintaimu. Aku mencarimu ke semua sekolah. Saat aku tau kau bersekolah di sini, aku langsung memutuskan untuk pindah ke sini.” (waw, berkorban sekali)
                “Arthur…”
                “Aku benar – benar sedih saat ayah bilang kami akan pindah rumah. Sebenarnya aku tak ingin pindah, tapi aku tidak bisa menentang orangtuaku agar tetap disini. Setelah berbulan – bulan kemudian aku sadar bahwa aku tidak bisa tetap menyimpan perasaanku dan menguburnya. Dan akhirnya aku ke sini. Untuk bisa bersamamu.”
                “Arthur, aku sangat, benar – benar tidak tahu harus mengatakan apa. Terima kasih…. “
                Sejak hari itu, kami resmi menjadi sepasang kekasih. Dan kami berjanji akan terus bersama selamanya.
                                                                                                                                                                -END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar