Minggu, 13 Mei 2012

Cintaku dan Egoisku


  “Pelajaran yang membosankan!” gumamku. Pelajaran kimia yang sedang berlangsung ini memang sangat membosankan. Apalagi jika duduk di bealakang, bawaannya pasti ngantuk! Menulispun setiap tulisan di white board sama sekali tidak terbaca. Jika tidur di pelajaran ini, pasti kena semprot Pak Rusland. Padahal meskipun bangun, materi pelajaran ini tidak ada yang bisa kucerna -______-
  Pak Rusland terus memainkan spidol yang dia pegang. Mencoret white board, membentuk tulisan –tulisan kecil. Aku manya duduk dan mendengarkan apa yang dia katakan tanpa mencerna kata – kata itu. Melihat tulisan – tulisan kecilnya yang terlalu kecil untuk bisa kubaca. Aku mengusapkan sapu tanganku ke keringat yang mengucur membasahi almamaterku. AC kelas tidak menyala, karena itulah udara di ruangan sangat panas. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Masih 65 menit tersisa untuk pelajaran ini. Ya Tuhan...
  Aku membuka halaman belakang buku catatanku. Memain – mainkan penaku membuat siluet wajah seorang anak perempuan. Menggunakan bakatku yang bisa menggambar manga untuk menghilangkan rasa bosan. Lalu tiba – tiba pak Rusland berjalan menuju keluar kelas sambil mengeluarkan handphone dari salah satu saku didadanya. Sedetik kemudian setelah pak Rusland keluar kelas, kelas pun mulai ramai.
  Kemudian setelah beberapa menit, pak Rusland kembali memasuki kelas dan membereskan buku – buku di mejanya. Dan ia mengatakan “ Bapak ada keperluan mendadak, silahkan kerjakan tugas halaman 196 dan pelajari bab tentang ikatan kovalen” ujarnya. Ekspresi teman – temanku yang tadinya terlihat bosan mulai berubah dengan berbagai macam senyuman. Setelah pak Rusland sudah benar – benar menjauhi kelas, kelas pun menjadi sangat ramai.

  Kepergian pak Rusland yang mendadak memang akan sangat menyenangkan jika saja sedang tidak terjadi konflik antara aku dan Reno. Hal seperti ini memang sudah sering terjadi antara aku dan Reno. Tapi, kami selalu berbaikan karena Reno selalu meminta maaf meskipun aku yang melakukan kesalahan. Tapi kali ini, aku tidak bisa begitu saja berbaikan dengan Reno. Aku kecewa padanya, meskipun ini hanya salah paham, aku tetap kecewa. Reno bilang dia 100% percaya padaku, tetapi dia mencurigai hubunganku dengan mantan pacarku gara – gara aku salah mengetik saat chatting dengan mantanku itu. Dalam pikiranku, harusnya Reno mengerti bahwa itu adalah kesalahan karena aku sudah menunjukkan penolakan sejak awal chatting dengan mantanku itu. Tapi dia... Ugh!
  Reno menarik sebuah kursi ke dekat tempatku termenung. Dengan ekspresi penyesalan yang dia pasang di wajahnya, yang membuatku muak, untuk yang kesekian kalinya dia mengatakan kata “maaf” itu lagi padaku.
  “Evelyne, aku mohon maafkan aku! Aku menyesal sungguh! Aku hanya salah paham, maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ujarnya dengan nada menyesal yang pas dengan ekspresi di wajahnya.
  “Lalu?” tanyaku sinis.
  “Maafkan aku, ya?” pintanya.
  “Berhentilah memohon sesuatu yang tidak bisa kuberikan.” Ujarku yang kemudan meninggalkan Reno yang masih terduduk di tempat tadi. Dadaku terasa sesak saat mengatakan kata – kata tadi. Ingin sekali aku memaafkan Reno, ingin sekali aku berbaikan dengannya. Tapi hal itu begitu sulit.
  Kusandarkan tubuhku di kursi yang ada di halaman belakang sekolah. Aku sebenarnya tidak mengerti mengapa aku begitu sulit untuk memaafkan Reno. Aku hanya tidak yakin. Aku kecewa dan aku tidak terima karena aku merasa aku lebih mencintai Reno dibandingkan dia mencintaiku. Aku termenung dalam diam, mencoba mengulang yang baru – baru ini terjadi. Seharusnya kami sudah berbaikan sejak tadi. Tetapi aku terlalu egois akan diriku. Aku masih tidak bisa menghapus rasa kecewa didadaku ini.
  Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku segera membereskan bukuku dan keluar dari kelas. Kuhiraukan teriakan – teriakan Reno yang dia tujukan padaku. Setibanya dirumah, aku langsung memasuki kamarku dan menjatuhkan tubuhku ke kasur tempat biasa aku tertidur. Kutarik kaki Moogie, boneka sapi kesayanganku yang terduduk kaku diujung kasur dan memeluknya erat.
  “Hei Moogie, sebaiknya apa yang harus kulakukan?” Gumamku.
  “Aku tahu Reno tidak bersalah. Aku tahu ini hanya salah paham, Reno juga sudah minta maaf kepadaku, tapi aku tetap tidak bisa terima.” Celotehku. “Aku merasa hatiku sakit dan dadaku sesak, aku menderita”
  Aku memeluk Moogie lebih erat. “Tapi aku akan benar – benar egois jika tetap memikirkan rasa sesak di dadaku ini. Tapi aku tidak bisa memaafkannya Moogie, aku tidak bisa.”
  Trrr Trrr Trrr
  “Eh?” kupalingkan wajahku ke arah meja belajar dan kudapati handphoneku bergetar. Kuhampiri handphone samsung galaxy aceku itu.
INCOMING CALL
Reno W.D ^^
  Apa lagi Reno meneleponku? Apakah dia tidak mengerti aku tidak mau diganggu olehnya? Kugeser icon sibuk di handphoneku, lalu kuaktifkan flight mode di handphoneku itu agar Reno tidak bisa menghubungiku. Lalu kulemparkan handphone itu ke ujung tempat tidur dan kubenamkan wajahku ke perut Moogie yang lembut.
  Aku berjalan di koridor saat pulang sekolah menuju gerbang pulang saat tiba – tiba Reno menghampiriku dan menggenggam tanganku. Aku kesal sekali padanya. Kulepaskan genggaman itu dan segera menyeberangi jalan raya menunggu angkutan kota yang akan membawaku pulang. Ternyata Reno mengejarku tapi sebuah mobil berwarna putih bersih melaju begitu cepat dan menabrak Reno. Darah segar Reno berhamburan di jalan dan mewarnai mobil putih bersih itu dengan warna merah darah.
  “Reno!” teriakku dan tersadar aku sedang berada di kamarku. “Ini... Mimpi, syukurlah”
Keringat bercucuran membasahi tubuhku. Aku menangis mengingat kejadian dalam mimpiku tadi. Aku segera menonaktifkan flight mode di handphoneku dan menelepon Reno.
  “Hallo Evelyne?”
  “Reno?”
  “Ya? Evelyne aku..”
  “Reno, kau baik – baik saja kan?”
  “Aku baik – baik saja, ada apa E...”
  “Aku ingin bertemu denganmu, Reno, kumohon datanglah ke taman di dekat rumahku sekarang”
  “Ada apa sebenar....”
  Tuut
  Kumatikan handphoneku dan segera mengganti bajuku. Aku pun pergi ke taman di dekat rumahku. Aku terduduk cemas menunggu Reno. Aku ingin bertemu dengannya segera. Aku menunggu dengan gelisah, aku terduduk di bangku panjang ditaman itu dan berdiri lagi. Aku berjalan bolak balik dengan gelisah, dan kemudian Reno datang.
Reno turun dari sepeda motornya dan melepas helm yang dia pakai. Aku menghampirinya dan memeluk Reno, kemudian menangis.
  “Maafkan aku Reno, maafkan aku. Aku memang sebal kepadamu, tapi aku tidak mau kehilanganmu. Maafkan aku sudah egois, maafkan aku”
  “Evelyne, ada apa sebenarnya, kamu kenapa?” ujarnya bingung.
  “Aku bermimpi, kamu.. kamu..” aku menangis tersedu – sedu.
Sepertinya Reno mengerti bahwa mimpiku bukan sesuatu yang bagus. Dia membalas pelukanku dan berkata “Iya Evelyne, aku memaafkanmu. Lupakanlah mimpi itu. Aku ada disini bersamamu sekarang. Sudah jangan menangis, ayo tersenyum” Reno mencium keningku dan mengelus rambutku.
  “Aku sayang padamu, Reno”
  “Aku juga menyayangimu, seperti yang dikatakan pak Hermawan tentang hukum tiga newton, selama cinta yang kau berikan dan kuterima seimbang, maka hubungan kita akan baik – baik saja”
  “Terimakasih Reno” aku terharu mendengar ucapannya
  “Ayo aku antar pulang, aku ingin melihatmu tiba di rumah dengan selamat”
Kupeluk Reno seerat mungkin. Terimakasih Tuhan, kau telah memberikan seseorang seperti Reno padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar