Langit gelap berwarna abu abu. Menandakan
sebentar lagi hujan akan turun. Udara berhembus begitu dingin. Aku berjalan di
trotoar kota kecilku yang sepi. Kotaku besok akan hilang. Pengusaha kaya akan
menggusur kota ini untuk dijadikan lapangan golf. Walikota kotaku tidak punya
pilihan lain selain menjual kota ini. Uang penjualannya yang tidak seberapa
dibagikan pada masing masing keluarga yang hanya ada 50 kepala keluarga untuk
biaya kepindahan ke kota lain.
Oke, kalian pasti berfikir kenapa penduduk kota
ku begitu sedikit. Aku juga tidak mengerti. Sepertinya karena kota ini jauh
dari mana pun. Tapi aku senang berada di kota kecil ini. Aku terlahir di sini.
Selama 16 tahun aku tumbuh di sini. Dan besok, kota ini akan dihancurkan untuk
kesenangan orang orang kaya itu.
Kini hujan benar benar turun. Langit seolah
mengerti perasaan para penduduk kota ini, khususnya aku. Kehilangan kota kecil
kami yang berharga. Tidak banyak yang akan terjamin kemakmuran nya jika pindah
ke kota lain. Ini tidak adil! Kami makmur di sini. Walau kami merupakan
penduduk yang budaya nya masih tertinggal. Tidak mengetahui teknologi teknologi
yang mungkin sudah ketinggalan jaman di luar sana. Tapi kami bahagia dan tidak
ada yang berhak merampas kebahagiaan itu dari kami.
Aku membiarkan tetesan air hujan membasahi
tubuhku. Mataku memerah, hatiku meradang. Kini air mataku tak mampu ku bendung
lagi. Air mataku menyatu dengan air hujan yang mengalir dari atas kepalaku. Aku
mulai sesenggukan. Sedetik kemudian aku menangis tersedu sedu. Aku kesal pada
diriku yang tidak memiliki apa pun untuk menghentikan penggusuran ini!