Rabu, 23 November 2011

Sweet Donut

Sepulang sekolah, seperti biasa aku melewati jejeran toko kue dan roti. Gedung gedung toko yang sudah lumayan tua itu mengeluarkan aroma harum makanan yang baru matang dari oven. Aku melihat ke sebuah toko donat di seberang jalan. Aku berjalan menuju zebra cross dan menunggu lampu penyebrangan menyala. Setelah beberapa menit akhirnya lampu hijau bergambarkan orang berjalan itu menyala. Aku bersama orang orang yang lain secara serempak berjalan menuju trotoar yang ada di seberang. Aku berdiam diri di depan etalase toko donat langganan ku ini, memilah milah mana yang akan aku beli hari ini. Lalu seseorang memanggilku.
"Hai Lilac"
Aku menoleh dan langsung tersenyum lebar "Hai Willy"
"Mau membeli sesuatu?"
"Ya, tentu saja! Tapi aku bingung mau membeli donat yang mana" aku menggigit jari telunjukku dan mengerutkan dahi.
"Ayo masuk. Aku ingin menunjukkan sesuatu" Willy yang bernama lengkap William Mallow itu menarikku ke dalam toko donat milik ayahnya itu.
"Lihat, lihat" Willy menunjukkan sebuah donat dengan selai ungu yang cantik. "Ini percobaan baruku. Karena kamu suka memakan donat, mungkin kamu bisa memberikan komentar pada donat buatanku ini"
"Wah cantik sekali. Warna ungu yang aku sukai" aku mengambil donat itu dari piringnya dan langsung mengigitnya. Aku mengunyah dan langsung menghentikan aktivitas mulutku itu. Aku mengerutkan keningku sambil menelan donat yang sudah di mulutku. "Rotinya terlalu keras dan selainya... Blueberry ya? Ini terlalu manis. Tapi warna dan tampilannya bagus"
"Oh begitu ya, aku masih harus banyak belajar" ucapnya.
"Tapi adonannya sudah pas. Hanya kurang empuk saja. Juga kurangi gula yang di campur ke dalam selainya ya" Ku sunggingkan senyum kecil untuk memberinya semangat.
"Terima kasih ya Lilac! Oh iya, aku mengambil warna ungu karena warnanya sama dengan warna bunga Lilac dari namamu. Kalau sudah enak kau akan aku kasih setiap hari" Ucapnya dengan seringai jahil.

"Benarkah? Terima kasih. Kalau begitu aku pesan 2 buah donat coklat dan 1 buah donat selai stroberi. Tolong di bungkus ya"
"Oke"
Setelah donat yang aku pesan terbungkus rapi, aku berpamitan pada Willy dan keluar dari toko donat itu. Ku cium harumnya aroma donat dalam bungkusan. Aku tidak sabar sampai ke rumah dan memakannya.

***
Asap hitam mengepul merusak warna langit jingga cerah yang indah. Suara sirine mobil pemadam kebakaran terdengar begitu gaduh dari arah belakang ku. 'Rumah siapa yang kebakaran?' batinku. Aku terus berjalan menuju rumahku. Banyak orang berkumpul di sekitar sana. 'Hey, ada apa ini?'. Aku melihat asap hitam itu lagi. Mencari cari sumbernya. Dan...
Jantungku berdegup kencang. Aku berlari secepat yang aku bisa. Keringatku menetes membasahi almamater sekolahku. Jangan jangan... jangan jangan... Dan kini aku berdiri di depan sebuah gerbang yang tadinya merupakan jalan masuk ke dalam rumahku. Rumahku yang kini diselimuti kobaran panas berwarna merah cerah.
Aku menjatuhkan tas dan donat yang baru saja aku beli. Dengan cepat aku menghampiri seorang pemadam kebakaran. "Ibuku, ayahku, di mana orang orang rumah ini?"
"Apinya masih terlalu besar, kami tidak bisa mengambil resiko masuk ke dalam rumah ini. Kami belum menemukan mereka, maaf.
"Lalu, berarti..."
Aku segera berlari menuju ke dalam kobaran api itu. Tapi kemudian seseorang menarikku. menghentikanku. Disusul oleh pegangan orang yang lain. Mereka mencegahku.
Air mata kini mengalir dari mataku. Aku berteriak "Lepaskan! Aku ingin mencari orangtuaku! Aku ingin bertemu dengan mereka! Lepaskan aku! Lepaskan!" Seketika itu juga, badanku melemas. Kesadaranku mulai menghilang. Yang terakhir kudengar sebelum tak sadarkan diri adalah suara dua orang yang familiar.
"Kakak"
"Lilac!"
 Aku membuka mataku dan menutupnya lagi sambil mengerutkan kening. Pusing. Lalu suara seorang anak kecil memanggil manggilku. "Kakak, kak Lilac?" Lalu kubuka lagi mataku dan melihat sesosok anak kecil yang cantik. Spontan aku bangun dari tidurku dan memeluknya "Lizzy! Benarkan? Kau Lizzy! Kamu selamat!" Aku mulai menangis lagi. Mengingat semua yang tadinya milikku sekarang lenyap dilalap api. Dan kedua orangtuaku pun ikut pergi.
"Kakak?" Lizzy bertanya kebingungan. Dia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Lizzy adikku yang masih berumur 5 tahun. Ya, sekarang hanya Lizzylah yang aku punya.
"Tapi bagaimana kamu bisa selamat?" Aku melirik ke arah pintu masuk. Melihat seseorang cowo tampan yang berdiri bersender pada tembok di sana. Itu Willy.
"Willy, bisa kau jelaskan ini?"

>>To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar